Sejarah Acar Kyoto adalah sejarah dari kuliner Kyoto itu sendiri. Dengan lebih dari seribu tahun sejarah, Kyoto telah menjadi pusat budaya makanan Jepang sejak zaman kuno. Budaya makanan Kyoto dirintis oleh bangsawan dan anggota keluarga kerajaan yang selama berabad-abad terus disempurnakan, sehingga sekarang menjadi budaya makanan Kyoto yang dikenal masyarakat luas. Bahkan sekarang makanan Kyoto masih memiliki pengaruh yang besar pada berbagai makanan tradisional seluruh Jepang. Karena Kyoto jaraknya cukup jauh dari laut dan transportasi seribu tahun lalu yang tidak secepat sekarang, membuat makanan laut segar sangat sulit didapatkan di masa lalu. Sehingga pengembangan makanan vegetarian dan sayuran asli Kyoto menjadi fondasi makanan Kyoto, yang juga dipengaruhi oleh keberadaan ribuan kuil Shinto dan kuil Buddha di daerah tersebut. Namun, ada suatu masa ketika beberapa sayuran Kyoto berada di ambang kepunahan yaitu ketika konsumen cenderung memilih sayuran barat. Saat ini sayuran Kyoto yang masih memiliki karakteristik unik yang tidak hanya digunakan dalam masakan Kyoto, tapi juga digunakan oleh koki masakan Italia dan Prancis di seluruh Jepang.
Ada banyak sayuran asli Kyoto yang bisa disebutkan. Yang paling terkenal adalah lobak Seigoin, terong Kamo, labu Katsura, bawang Kujou, dan rebung bambu Kyoto. Saat ini tercatat ada 41 jenis sayuran asli Kyoto. Akhir-akhir ini, acar sayuran Kyoto wajib ada untuk pendamping berbagai hidangan. Acar-acar tersebut dibuat menggunakan sayuran dari empat musim seperti bunga sayuran dan rebung musim semi, terong musim panas, lobak musim gugur, dan daikon musim dingin. Mereka dibuat dengan berbagai metode seperti acar kulit beras, acar garam, acar malt (jali yang sudah berkecambah), dan acar sake. Meski ada banyak toko acar di Pasar Nishiki yang bersejarah, ada banyak pula metode untuk membuat acar garam shiso merah. Saat mencicipi acar-acar yang ada di pasar, saya terkejut dengan beragam rasa khas mereka yang unik.
Toko acar Uchida didirikan pada tahun 1940 di Shimabara, yang telah menjadi distrik lampu merah sejak zaman Hideyoshi dan Ieyasu. Di sana ada banyak acar yang mereka jual, sehingga sulit untuk memutuskan apa yang harus dibeli. Itu sebabnya saya membatasi diri untuk hanya mencicipi acar saja. Jadi sebelum Anda pergi ke pasar Nishiki, cucilah tangan Anda! Cara terbaik untuk mencicipi acar adalah dengan menggenggam tisu di salah satu tangan. Pelanggan di sini disambut dengan hangat oleh asisten toko. Ingat, hanya karena Anda sudah mencicipi beberapa sampel, tidak berarti Anda harus membeli acar. Jika pengunjung memutuskan untuk mencicipi acar Kyoto, maka baik penjual dan pembeli sama-sama diuntungkan. Karena penjual bisa memperkenalkan acar Kyoto pada pengunjung, sedangkan pengunjung bisa tahu bagaimana rasa dari acar Kyoto. Itulah mengapa saya ingin lebih banyak belajar tentang acar Kyoto.
Ketika Anda membeli acar, mereka akan membungkusnya dalam tas kecil. Tas ini mudah dibawa, serta tidak bau acar dan tidak ada cairan acar yang merembes keluar. Karena saya tidak ingin acar yang saya beli rasanya berubah, saya memutuskan untuk membelinya menjelang akhir waktu liburan saya agar acarnya tetap segar. Ketika saya kembali ke rumah, saya akan menikmati beberapa acar Kyoto dengan segelas minuman beralkohol di rumah saya yang tenang, sambil mengingat Kyoto yang ramai dan ramah. Itu pasti akan menjadi momen spesial!