Rasanya seperti berziarah. Suami saya mendorong kereta balita sementara saya menggendong bayi selama menanjaki lembah. Walaupun rasa dingin menggigit tulang, tapi saya bersemangat untuk memenuhi impian saya pada musim gugur enam tahun yang lalu. Saya ingin melihat 3.000 lentera di kuil Kasuga Taisha.
Terletak di tenggara taman Nara, kuil Kasuga dapat dikunjungi kapan pun. Tapi hanya dua kali setahun ada semua lentera dinyalakan, yaitu pada 3 Februari untuk Setsubun (perayaan musim semi dalam penanggalan Jepang kuno) dan tanggal 14-15 Agustus untuk Obon (perayaan kembalinya roh-roh bagi umat Buddha).
Walaupun saya bukan orang yang spiritual, ada sesuatu dalam lilin-lilin yang dipajang yang terasa mistis bagi saya. Saya selalu tertarik dengan lentera elektrik di taman Nara yang bersinar dari lilin di kuil. Saat langit mulai gelap, saya mulai membayangkan pengunjung jaman dulu hanya dibimbing oleh lentera menuju kuil; secara harfiah maupun kiasan. Lentera batu memanjang dari gerbang torii dan kuil-kuil kecil membimbing kita menuju lampion gantung di kuil utama. Untuk masuk ke kuil utama, biaya masuknya 500 yen untuk orang dewasa, tentunya di sinilah daya tarik utamanya. Bagi saya, pengalaman ini sungguh berharga. Lilin di tiap lentera perunggu menarik perhatian dan membentuk pola unik yang beberapa tahun lalu saya lihat di siang hari. Ada bentuk tanaman, kanji, dan beberapa lentera bahkan menggambarkan rusa di taman Nara.
Baik lentera batu maupun lentera gantung dilapisi dengan kertas putih. Pusat informasi Nara menginformasikan kertas itu adalah washi, kertas tradisional Jepang yang menjaga cahaya lentera stabil, bahkan semakin menarik, dan juga (menurut saya) menampilkan elemen alami. Ketiadaan kerlip membuat saya berkali-kali ragu apakah isi lentera benar-benar lilin. Tapi ternyata semuanya lilin, totalnya ada 3.000 lilin. Petugas kuil memberi tahu saya bahwa semua lilin teh itu dipasang sukarelawan dalam satu jam. Lautan cahaya dari lentera batu dan perunggu membuat saya berpikir pasti banyak sukarelawan yang memasangnya.
Tak lama kemudian, sebelum malam semakin dingin dan anak-anak sudah mulai merengek, kami pun pulang dengan perasaan bahagia dan berkilauan seperti lautan cahaya yang tadi kami saksikan.
Jika kamu harus melakukan tradisi melempar kacang di Setsubun ini (salah satu tradisi umum di Jepang), tidak perlu kecewa, kamu masih bisa menikmatinya Agustus tahun ini atau Februari tahun depan!