Saat itu saya sedang sendirian dan merasa melankolis pada sebuah pagi yang mendung di Tokyo, ketika saya memutuskan untuk menjelajah lebih jauh soal gereja-gereja di kota ini. Perasaan saya yang agak sentimentil membuat saya ingin berada di tempat yang sunyi dan tenang. Karena saya seorang Katolik, saya menginginkan waktu sendirian bersama Tuhan.
Saya pun menjelajah internet, dan menemukan Katedral Santa Maria (St. Mary's Cathedral) dan terkejut ketika melihat betapa cantiknya arsitektur gereja ini dalam foto. "Cantik" sebenarnya masih belum bisa menggambarkannya. Katedral ini, dilihat dari bagian mukanya saja, memiliki keanggunan yang tak lekang waktu.
Tanpa banyak berpikir saya langsung bergegas menaiki kereta JR di jalur Yamanote Line menuju Stasiun Mejiro. Saya lalu menaiki bus #61 dari Mejiroeki-Mae dan melewati Hotel Chinzanso berbintang lima yang sangat terkenal, lalu berhenti di sana. Katedral Santa Maria terletak berseberangan dengan hotel. Saya terpana melihat struktur katedral itu dan sedikit terkejut ketika mengetahui bahwa tempat itu kosong. Dapat saya katakan bahwa gereja ini tidak begitu populer. Meski demikian, Katedral Santa Maria merupakan tempat terbaik bagi saya untuk menikmati waktu sendirian hari itu.
Saya mempelajari banyak hal mengenai sejarah katedral ini, yang ternyata berawal jauh sebelum Perang Dunia II. Katedral yang dulunya bernama Tokyo Cathedral ini aslinya terbuat dari kayu dan memiliki desain Gothic. Sayangnya, katedral ini hancur karena perang meski pada akhirnya direstorasi selama bertahun-tahun. Arsitek Kenzo Tange secara mengesankan mengubah struktur katedral ini menjadi bergaya modern dengan sebagian besar menggunakan beton, besi anti karat, dan marmer Italia. Jendela vertikal panjang yang berada di atas pintu utama katedral terbuat dari kaca berwarna yang menjadi tempat masuknya cahaya alami ke dalam bangunan.
Katedral Santa Maria memiliki aura minimalis dengan desain yang unik, menjadikannya sebuah bagungan dengan arsitektur bergaya klasik yang memukau.