Berlokasi di jantung kota tua Tokyo, dan tidak terlalu jauh dari Senso-ji, kuil tertua di kota, Dapur milik Yoshimi Daido adalah lokasi yang sempurna untuk mengenal masakan Jepang: sebuah ruangan yang terang akan sinar matahari dengan jendela di ketiga sisi dindingnya, menawarkan pemandangan sungai Sumida dan menara Tokyo Skytree. yang mengagumkan.
Gelas-gelas cantik berisi teh hijau berada di tangan Yoshimi dan saya duduk untuk mendapatkan gambaran mengenai budaya makanan Jepang - mulai dari bahan-bahan standar, bagaimana cara membuatnya, unsur-unsur lain (tekstur, warna, keragaman, dan nutrisi), pentingya bumbu, etika, memahami Iitadakimasu! (ungkapan syukur atas apapun dan tanda terima kasih kepada orang yang menyajikan makanan dimeja) juga gochisosamadeshita (ungkapan terima kasih atas jamuan makan).
Yoshimi memberitahu saya, makanan yang akan kami buat hari ini sangatlah sederhana. Tempura, dengan sayur bayam pakai wijen, tahu dingin dengan taburan bumbu kreasinya, sup miso, dan nasi.
"Saya selalu senang memasak," ujar Yoshimi disela kita mengenakan celemek."mulai dari mengiris sampai memasaknya hingga membersihkan dan mencuci piring - sungguh menyenangkan. Makanya saya suka Tempura. Dari sesuatu yang sangat kotor sampai membuatnya bersih kembali,' ujarnya sambil tertawa.
Kita memulai memasak dengan membersihan dan mengiris bayam menjadi potongan 4 cm. Kemudian memasukkanya ke dalam air yang sudah mendidih di panci, tunggu sampai 10 detik sebelum diangkat dari panci dan celupkan kedalam air dingin supaya selesai proses memasaknya. "segala sesuatu yang tumbuh diatas tanah, kita harus mendidihkan air terlebih dahulu. Sedangkan segala sesuatu yang tumbuh dibawah tanah, kita didihkan bersama dengan air," terang Yoshimi, sebuah informasi pertama dari sekian hal berguna yang saya terima pagi itu.
Yoshimi memulai belajar memasak saat usia 10 tahun. "Orangtua saya sangat sibuk dengan toko rotinya,sehingga saya kadang membantu. Banyak membaca, menonton program TV, dan internet, tentu saja,'' ceritanya sambil memasak. Pengalamannya bertahun-tahun membuatnya cekatan dan efisien, dimana rasa antusias membuatnya lebih menjiwai dan telaten.
Sembari merendam beras kami menyiapkan tomat dan myoga (jahe Jepang) dengan minyak wijen yang ditaruh diatas tahu dingin. "tujuannya agar cita rasa tahu lebih kuat," terang Yoshimi sembari dia mengaduk minyak dalam mangkuk.
Kemudian kami campur semua adonan tempura dan menyiapkan sayur-sayuran - terong, wortel, ubi jalar, dan paprika hijau yang kesemuanya adalan cerminan dari peralihan musim panas ke musim gugur - dan udang.
"Adonan ini harus sangat dingin biar lebih bereaksi dengan minyak supaya diperoleh shaki-shaki ( renyah diluar, lembut didalam) itulah Tempura," ujarnya sembari memasukkan es balok ke dalam mangkuk.
"Kamu perhatikan pada saat minyak sudah cukup panas dan kamu masukkan adonan dan maka dia akan tenggelam dan kemudian timbul kembali pada saat di goreng," terang Yoshimi saat sebelum dia meminta saya memasukkan sayuran untuk memulai masak. Ketika saya berhasil membuat tempura, Yoshimi menaruhnya kedalam beberapa mangkuk keramik yang indah dan ber-vernis serta piring-piring yang kami kreasikan, sambil menjawab beberapa pertanyaan tentang bahan-bahan dan teknik.
"Tempura itu selalu unik", ujarnya saat kami duduk untuk menghangkatkan semangkuk miso hangat, nasi, tahu dingin dan bayam wijen yang menumpuk di sekitar piring menjadikan tempura begitu renyah sempurna. "Tempura ini selalu menghasilkan suatu yang sedikit berbeda jadi saya tertarik untuk mempelajarinya."
Sayangnya waktu kebersamaan kami di pagi itu berakhir, Saya simpan kertas resep ke dalam tas sebelum keluar meninggalkan rumah untuk kemudian melanjutkan mengunjungi Senso-ji terdekat. Memang, sebuah cara yang menyenangkan untuk memulai hari di Tokyo.