Sebelum saya datang ke Jepang - tepatnya, sebelum saya pergi ke Mishima - saya belum pernah mendengar tentang Bernard Buffet, seorang seniman kelahiran Paris yang aktif berkarya dari tahun 1940-an. Ia, yang merupakan anggota dari sebuah kelompok yang juga beranggotakan Henri Matisse, disebut 'sebagai Seniman besar terakhir di Paris' oleh seseorang yang tak kurang termasyhurnya, Andy Warhol. Dan di kaki bukit menuju Gunung Fuji, berdiri Museum Bernard Buffet yang didedikasikan untuk pekerjaannya, dengan koleksi komprehensif lukisan-lukisan hasil karyanya.
Untuk mendapatkan izin mengambil gambar, saya harus ngobrol dengan seorang kurator berbahasa Inggris yang ramah. Dia tidak hanya memberi izin, tetapi juga meberikan terjemahan dari informasi tentang pameran, yang lupa saya ambil di loket tiket. (Ada beberapa penjelasan dalam bahasa Inggris di sekitar galeri, tetapi untuk beberapa bagian hanya dalam bahasa Jepang.) Meski saya tidak perlu bantuan penjelasan untuk dapat menikmati lukisan-lukisan itu, namun pasti sangat menarik untuk membaca tentang konteks sosial dan politik di mana Buffet hidup dan bekerja.
Dua ruangan pertama menggelar contoh yang mewakili lukisan-lukisan dari sepanjang masa karirnya, dalam konsistensi dan gaya yang menjadi ciri khususnya, dengan pilihan warna yang suram, garis lurus-mati dan garis batas tebal. Juga ada potret diri, adegan kehidupan rumah tangga, badut berpenampilan murung, dan dalam satu ruangan dengan langit-langit tinggi terdapat tiga lukisan kanvas besar berukuran sangat mencolok, membentang di dinding hingga lima atau enam meter.
Sisa ruangan museum menampilkan pameran spesial dari lukisan-lukisan di tahun-tahun awal Buffett, tak lama setelah akhir Perang Dunia 2 dan masa pembebasan Paris. Hal ini menunjukkan bahwa ia mengembangkan gayanya segera begitu ia mulai melukis. Lukisannya mencerminkan realitas sederhana kehidupannya yang miskin: interior yang jarang, jalan-jalan pinggiran kota tak berpenghuni, lanskap pedesaan yang suram.
Menurut teks, Buffet dipandang sebagai 'saksi hidup bagi zamannya' - yang juga merupakan nama dari kelompoknya. Lukisan-lukisan ini sangat kuat dalam membangkitkan suasana tenang sekaligus gelisah dari sebuah negara yang baru memulihkan diri dari kemelaratan usai perang, dengan munculnya adegan cafe jazz yang bertemu eksistensialisme Sartre.
Sebagaimana galeri Buffet, ada satu ruangan di sayap terpisah yang menjadi tuan rumah sementara bagi pameran lukisan dari seniman yang berbeda. Dan di dekatnya ada 'kodomo-no-Bijutsukan', sebuah museum seni 'anak-anak' yang sebenarnya merupakan area bermain dengan berbagai mainan dan kegiatan untuk bayi, balita dan anak-anak. Museum ini juga berdampingan dengan Treehouse Cafe, dan toko museum yang menjual berbagai macam barang termasuk kartu, alat tulis dan buku, mainan, peralatan seni, dan ornamen.
Letak Taman Clematis sedikit keluar dari jalan. Jadi jika anda tidak memiliki transportasi sendiri, pilihlah bus antar-jemput gratis yang berangkat setiap jam dari stan 3 di luar pintu keluar utara Stasiun Mishima. Penghentian bus pertama di Taman Clematis dan Vangi Sculpture Museum kemudian lanjut berjalan lagi selama beberapa menit ke Museum Bernard Buffet.