Begitu banyak kuil yang memiliki daya tarik tersendiri sebagai destinasi wisata di Jepang. Sebut saja Senso-ji, Fushimi Inari, Kiyomizu-dera, dan kuil-kuil kecil lainnya yang tersebar di seantero Jepang dengan keindahan tersendiri.
Mengunjungi tempat sakral telah menjadi tradisi penting di Jepang, terutama pada saat tahun baru di mana berbondong-bondong orang datang berdoa di kuil untuk kemujuran di tahun selanjutnya. Meskipun demikian, tidak banyak orang yang paham tata cara dan etiket sebenarnya saat mengunjungi kuil, bahkan orang Jepang pun masih banyak yang belum sepenuhnya memahami hal ini. Melalui panduan berikut, mari pahami bagaimana cara beretika di dalam kuil dalam waktu singkat.
Ikhtisar
Mengunjungi dan berdoa di kuil dinamakan omairi. Saat dilakukan di tahun baru dinamakan hatsu-moude.
Satu hal yang menjadi kekhawatiran banyak orang adalah berdoa di banyak kuil malah akan membawa kesialan dikarenakan hal ini akan memberi kesan ketamakan seseorang. Hal ini nyatanya adalah mitos belaka karena masing-masing kuil memiliki nilai kebajikan yang berbeda-beda. Jadi tidak perlu khawatir untuk memilih satu atau lebih banyak lagi kuil untuk berdoa di Jepang.
Perbedaan kuil Buddha dan kuil Shinto
Sepintas, pertanyaan ini tidak terlihat sulit untuk dijawab. Namun, nyatanya masih banyak orang yang sulit untuk membedakan kedua kuil tersebut, bahkan orang Jepang sekalipun.
Ada dua cara yang sangat mudah untuk membedakan kuil Buddha (dalam Bahasa Inggris disebut temple) dan kuil Shinto (dalam Bahasa Inggris disebut shrine). Pertama-tama, kuil Shinto memiliki gerbang dengan gaya yang sederhana. Gerbang ini disebut torii, yaitu gerbang yang memisahkan antara area sakral dengan area manusia. Sedangkan gerbang kuil Buddha lebih terlihat seperti rumah yang besar dibandingkan seperti gerbang pada umumnya. Kedua, kuil Buddha hampir selalu memiliki patung dan foto bertemakan Buddha, sedangkan kuil Shinto tidak memiliki kedua hal ini.
Kesimpulan dari kedua perbedaan tersebut adalah, para dewa berdiam di kuil Shinto, sedangkan Buddha berdiam di kuil Buddha.
Mengunjungi Kuil Shinto
Membungkuklah sebelum memasuki gerbang torii dan berusaha sebisa mungkin untuk berjalan di tepian jalan di sepanjang kuil, bukan di tengah jalan. Bagian tengah jalan dan torii ditujukan sebagai jalur yang dilewati oleh dewa, bukan manusia.
Saat menuju kuil, terdapat pavilion kecil dengan ember berisi air (chozuya), ini merupakan ritual pertama di mana orang yang datang diharuskan untuk menyucikan diri sebelum tiba di kuil utama. Isi gayung dengan air dan kucurkan ke tangan kiri dan kanan. Selanjutnya, bersihkan mulut dengan cara memegang gayung dengan tangan kanan dan menuangkan airnya ke tangkupan tangan kiri, kemudian ambil airnya secara perlahan melalui tangkupan tangan tersebut – jangan basuh mulut langsung dari gayung. Akhiri dengan memegang gayung secara vertikal agar sisa air menetes keluar ke pegangan dan membersihkannya. Langkah ini tidak boleh dilewati meskipun saat cuaca sedang dingin sekalipun.
Saat tiba di kuil adalah saatnya untuk menunjukkan rasa hormat. Proses ini dibagi ke dalam beberapa langkah:
- Membungkuk sedikit
- Melemparkan koin ke kotak. Besar kecilnya uang tidaklah penting. Besarnya nilai uang yang dimasukkan tidak berarti akan memperbesar peluang dikabulkannya doa. Banyak orang Jepang percaya bahwa koin ¥5 akan memperbesar kemungkinan mereka untuk mendapatkan jodoh dikarenakan go-en (cara menyebutkan "5 yen" dalam bahasa Jepang) memiliki pengucapan yang sama dengan pengucapan "hubungan" dalam bahasa Jepang. Namun, hal ini tentu hanya mitos belaka karena para dewa telah ada jauh sebelum mata uang yen ditemukan.
- Bunyikan lonceng (jika ada) sebanyak dua atau tiga kali sebagai tanda pemberitahuan kepada dewa akan kedatangan manusia.
- Membungkuk dalam-dalam sebanyak dua kali (membungkuk hingga mencapai sudut 90 derajat)
- Menepuk tangan sebanyak dua kali dengan posisi tangan kiri sedikit lebih maju.
- Beri penghormatan, jangan lupa untuk berterima kasih kepada dewa.
- Membungkuk dalam-dalam sebanyak satu kali.
Mengunjungi Kuil Buddha
Aturan yang berlaku sama dengan aturan dalam memasuki kuil Shinto: sedikit membungkuk sebelum memasuki area kuil, berjalan di tepian, dan menyucikan diri di choyuza. Namun, sikap yang dilakukan dalam menghormati kuil berbeda.
- Membakar dupa (biasanya sudah disediakan di kuil). Aroma dari dupa adalah makanan bagi Buddha. Menyalakan dupa dari batang dupa yang sudah tertancap sebelumnya adalah hal yang tabu karena artinya adalah mengambil dosa-dosa yang sudah ditancapkan di sana.
- Membungkuk sedikit.
- Melempar koin ke dalam kotak
- Membunyikan lonceng (jika ada) sebanyak dua atau tiga kali.
- Membungkuk sedikit dan berikan penghormatan dengan menyatukan tangan, namun jangan ditepuk. Memegang tasbih atau rosario saat berdoa akan lebih disarankan. Jangan lupa berterima kasih kepada Buddha.
- Ditutup dengan gerakan membungkuk sedikit.
Penghormatan Setelah Berdoa
Setelah melakukan penghormatan, kuil menyediakan ema yang dijual kepada para pengunjung. Ema adalah papan kayu berukuran kecil yang digunakan untuk menuliskan doa dan harapan, kemudian papan kecil ini digantungkan agar pesannya diterima oleh para dewa. Suvenir lainnya yang laris dibeli pengunjung kuil adalah hamaya (yang artinya "panah suci"), dan omamuri (jimat), seperti jimat untuk kemanan di jalan atau jimat mempercepat keturunan. Suvenir ini akan dibawa pulang dan menjadi hiasan untuk mengusir roh jahat dari rumah. Ada pula cap, yang disebut shuin, yang ditawarkan di masing-masing kuil sebagai penanda telah datang melakukan penghormatan.
Biasanya dengan hanya ¥100 pengunjung bisa memperoleh omikuji, yaitu selembar kertas dengan kata-kata keberuntungan tertulis di dalamnya. Pengunjung dapat menyimpannya atau mengikatnya di tali. Meskipun tertulis dalam Bahasa Jepang, beberapa kuil juga menyediakan omikuji dalam Bahasa Inggris. Omikuji dapat diklasifikasikan sebagai berikut (dari yang terbaik hingga terburuk):
- dai-kichi (大吉) - berkah besar
- chuu-kichi (中吉) - berkah cukup besar
- sho-kichi (小吉) - berkah kecil
- kichi (吉) - berkah
- sue-kichi (末吉) - berkah yang akan datang
- kyo (凶) - kutukan
- dai-kyo (大凶) - kutukan besar
Omikuji juga memiliki nasihat untuk beberapa aspek yang berbeda di tahun yang akan datang, seperti aspek perjalanan, hubungan, kesehatan, dan harapan.
Maka dari itu pastikan kunjungan selanjutnya ke kuil-kuil di Jepang tidak sekedar menjadi ajang mengabadikan foto semata. Jadikan pengalaman tersebut lebih berarti dengan melakukan penghormatan seperti yang sudah dijabarkan dalam langkah-langkah di atas.