3 Hari di Nakasendo (Hari Ketiga)

Menikmati sejarah dan budaya dari jalan kuno di Kisoji

Nakasendo merupakan salah satu jalan tua yang digunakan saat Periode Edo (1603-1868) yang menghubungkan Edo (Tokyo masa kini) dengan Kyoto. Tidak seperti rute Tokkaido yang berada di pesisir, Nakasendo melintang di atas perbukitan menelusuri Lembah Kiso. Jalur ini menawarkan pemandangan Jepang masa lalu, dengan jalan-jalan yang meliputi jalur batu besar di dalam hutan yang klasik serta jalan ramai yang melintasi kota-kota berjembatan kayu kuno, meski tentu saja banyak pemandangan yang menggabungkan jalan-jalan dengan mobil-mobil modern juga. Kami telah melakukan perjalanan menuju Lembah Kiso selama tiga hari di sepanjang Nakasendo, untuk melihat objek-objek wisata menarik yang ada di sepanjang jalan itu!

Pastikan Anda sudah membaca artikel kami tentang perjalanan di Nakasendo - Hari Pertama dan Hari Kedua untuk mengikuti kisahnya dari awal!

Narai-juku

Narai-juku
Narai-juku

Kami hanya punya satu pagi lagi untuk melihat-lihat di hari terakhir perjalanan ini, jadi kami buru-buru melakukan check out dari ryokan kami di Kiso Fukushima dan kembali ke jalan. Setelah melihat bagian dari jalur Nakasendo yang tertutup salju yang melintasi Jalur Torii, bagian yang paling sulit dicapai dari jalan raya ini, kami lalu bergerak menuju kota kayu kecil bernama Narai-juku. Dulunya tempat ini dikenal sebagai "Narai 1000 Bangunan" dan rasanya tempat ini benar-benar memiliki bangunan sebanyak itu ketika kami berjalan melintasi jalur utama sepanjang 1 kilometer yang sisi kanan-kirinya berisi toko-toko dan rumah-rumah kayu.

Rihei Nakamura House

Rumah Rihei Nakamura
Rumah Rihei Nakamura

Pemberhentian pertama kami di Narai-juku adalah Rumah Rihei Nakamura (Rihei Nakamura House) bersejarah, yang merupakan rumah dari seorang pedagang sisir grosiran yang hidup sebelum Era Meiji. Kami menyadari bahwa serupa dengan kebanyakan bangunan yang bertebaran di jalan utama kota ini, struktur rumah ini cenderung sempit namun panjang (ternyata ini dikarenakan regulasi pajak pada masa itu!).

Kami berjalan melewati pintu kecil, yang jelas sekali dibuat untuk orang-orang yang bertubuh lebih pendek, lalu melangkah masuk dan mendapati pemandangan yang tidak berbeda dari tahun 1844, ketika Nakamura dan keluarganya menempati rumah ini. Beberapa jenis sisir bergaya Jepang yang dulunya diperjualbelikan sekarang dipamerkan di sini, termasuk sisir-sisir kayu yang diambil dari hutan di sekitar, juga sisir dari cangkang kura-kura yang dipahat secara telaten sehingga membentuk ornamen yang memukau. Staf tempat ini membawa kami berkeliling rumah dan menunjukkan beberapa aspek arsitektur tradisional yang ada, termasuk atap menonjol di lantai pertama yang didesain agar roboh apabila ada pencuri yang memanjat, juga tirai kayu yang didesain bersiku-siku sehingga sulit untuk melihat ke dalam dari luar.

Rumah Pernis "Shikki"

Produk pernis “shikki”
Produk pernis “shikki”

Setelah meninggalkan Narai-juku, kami berkendara sebentar menuju Butik Marumata Shikki, sebuah toko yang terkenal akan produk pernis "shikki" yang berkualitas tinggi. Produk pernis Jepang terkenal di seluruh penjuru negeri akan hasilnya yang cantik dan proteksinya yang kuat akan produk-produk kayu, namun sang pemilik dan seniman di toko ini, Takeshi Ito, memperkenalkan pada kami serangkaian barang-barang buatan tangan yang mencakup kertas washi Jepang dan bahkan barang-barang dari besi, di samping produk-produk kayunya.

Ito telah menyempurnakan teknik pernisnya untuk keperluan kreatif seperti helm motor dan muka jam tangan. Namun selagi kami berkeliling toko memperhatikan karya-karyanya yang apik, sesuatu yang tak biasa menarik perhatian kami - terbaring di balik kotak yang aman, adalah sebuah purwarupa dari medali Olimpiade 1998 Nagano! Ia menjelaskan bahwa diperlukan ketelitian tingkat tinggi untuk membuat proyek ini berhasil, dan dibutuhkan waktu total hampir empat tahun untuk menghasilkan medal yang sebenarnya - rasa-rasanya sudah seperti medali Olimpiade untuknya sendiri.

Kembali ke Tokyo via Shiojiiri

Tak terasa perjalanan kami pun selesai, lalu kami kembali ke Stasiun Shiojiri untuk melewati perjalanan tiga jam kembali ke Tokyo. Meski kami menyaksikan gunung berselimutkan salju menghilang di belakang , kami yakin kami telah merasakan hal yang dirasakan para pelancong manapun dan dari era kapanpun yang pernah menelusuri jalur Nakasendo sebelumnya.

Artikel ini merupakan bagian dari serial tiga hari di Jalur Nakasendo

0
0
Apakah artikel ini bermanfaat?
Help us improve the site
Give Feedback

Tinggalkan komentar

Kembali ke konten

Thank you for your support!

Your feedback has been sent.